Minggu, 11 Maret 2012



Racun benci
Seseorang yang memenuhi hatinya dengan kebencian , permusuhan dendam, iri hati, dan kesombongan , pada dasarnya mereka telah menghancurkan fitrah damai dalam dirinya sendiri . mereka telah mengubah fitrah positifnya menjadi energy negative yang merusak dan menganiaya diri sendiri. ( dzalimun linafsihi )
Selanjutnya, ketika dirinya sendiri telah rusak , energy neggatifnya merangsek keluar dalam wujud kata-kata kasar dan menyakitkan , wajah yang galak dan menakutkan , serta perilaku onar dan menyebalkan.
Sebenarnya , setiap hati manusia menolak perselisihan , konflik dan perang. Tak ada satu orang pun di muka bumi ini yang merasa nyaman berada dalam suasana konflik , termasuk tentara yang secara professional disiapkan untuk berperang.
Jika damai itu merupakan fitrah , lalu mengapa hingga hari ini perang antar Negara masih terjadi ? mengapa konflik antar suku masiih marak di mana-mana?

Lihatlah dimana-mana , di belahan muka bumi masih marak terjadi pembunuhan atas nama agama , atas nama bangsa, atas nama suku, atas nama kelompok, atau golongan , bahkan atas nama kehormatan diri dan kehormatan keluarga.
Ego diri dan ego kelompok sering kali menutup dan mengubur dalam-dalam potensi (fitrah) damai dalam diri kita, sehingga sifat “salam“ tak lagi muncul manakala diharapkan kedatanganya.
Kesombongan yang dibungkus dengan bebagai alasan yang masuk akal , ambisi yang dikemas dengan sangat rapi , dan’kepentingan” (egoisme pribadi  dan kelompok) ditampilkan dalam bentuk”demi kehormatan diri,demi kehormatan kelompok demi,demi dan demi yang lain, sering kali menyumbat rapat-rapat fitrah damai.
Akibatnya yang keluar justru keinginan untuk menguasai , menaklukan dan mengalahkan , jauh lebih kuat dan lebih menentukan.
Itulah sebabnya menurut rosulullah ada tiga hal yang harus diwaspadai sebagaimana sabda beliau,
Ada tiga hal yang berpotensi merusak yaitu (1) hawa nafsu yang dituruti,(2) kekikiran yang ditata, dan (3) kebanggan diri. ( Riwayat Ath-Thabrani)
Sumber : Lembar Jum’at Al-Qalam










Pemancar kedamaian
Sebagai muslim kita seharusnya menjadikan salam sebagai prinsip hidup. Siapapun yang mendekat pada kita harus merasakan kadamaian dan kesejahteraan yang terpancar dari hati dan memantul melalui kata-kata serta perbuatan kita.
Semua makluk ALLAH SWT harus merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan yang kita rasakan. Dalam sebuah hadist, Rosulullah SAW menegaskan : “ Allah tidak akan mencintai orang yang tidak mengasihi sesa,ma manusia.” ( Riwayat Bukhori )
Lebih lanjut beliau mempertegas sikapnya ; “ tiada beriman seorang dari kamu sehingga ia mencintai dirinya sendiri . .” ( Riwayat Bukhori )
Kedamaian adalah karakter., sikap, dan sifat orang-orang yang beriman. Mereka digambarkan dalam al-qur’an: hamba-hamba Allah yang rahman ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa ( memperlakukan mereka dengan kejahilan ) mereka berkata ( bersikap ) salama ( yang mengandung keselamatan ) . ( al-furqon  25:63)ka.
Ketika kaum kafir sudah berada pada puncak permusuhannyakepada kaum muslimin , beberapa kali Rosulullah SAW didesak oleh para sahabat untuk melawan mereka dalam sebuah peperangan terbuka.
Akan tetapi rosulullah SAW tetap menahan mereka sampai ALLAH member izin perang kepada kaum muslimin. Kaum muslimin tidak pernah berinisiatif untuk berperang, tapi para musuh islam lah yang selalu memulai dengan provokasi , terror, dan intimidasi.
Sungguh dalam diri Rosulullah SAW tidak ada sedikitpun keinginan untuk bermusuhan , apalagi berperang. Dalam diri Rosulullah SAW tidak terdapat sifat dendam dan sakit hati. Beliau sebagaimana sabdanya : “ jibril As yang aku cintai menyuruhku agar aku bersikap lunak (toleran dan mengalah) terhadap orang lain.” ( riwayat ar-rabii)
Sebagai umat Muhammad SAW sekaligus pelanjut Risalahnya , wajib bagi kita untuk meneladani sifat dan sikapnya dalam mencintai kedamaian dan kasih sayang di muka bumi ini.

cinta


Kunci saling mencintai
Rosulullah dalam sebuah hadist bersabda,” Demi Dzat yang diriku ada dalam gengaman-NYA , kalian tidak masuk surge sampai kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan ;perbuatan yang jika kalian laksanakan maka kalian akan saling mencintai ? sebarkan kedamaian ( salam) diantara kalian.” ( Riwayat Muslim )
Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat fitrah damai. Setiap orang pasti mencintai kedamaian, kebahagiaan , ketentraman dan kesejahteraan .ketika memilih tempat tinggal , mereka cenderung mencari lingkungan yang tenang dan menjanjikan kedamaian. Ketika hendak memilih pasangan hidup mereka mencari pasangan yang dapat membahagiakan , menentramkan dan menebarkan aroma kedamaian. Ketika kita bermasyarakat , mereka juga ingin bergaul dan berbaur dengan lingkungan sosial yang bias memberikan kedamaian .
ALLAH SWT yang memiliki asma dan sifat As-Salam ( maha damai ) telah meniupkan ruh kedamaian ( milik ) – NYA  kepada setiap manusia sehingga mereka secara fitrah mencintai dan berkecenderungan untuk selalu mewujudkan kedamaian.
Meskipun batin manusia sering dilanda konflik , tapi pada dasarnya mereka tetap menginginkan hati yang damai, jiwa yang tenang  (mathmainah) dan batin yang sejahtera.
Aura kedamaian batin itu merupakan pancaran melalui raut muka yang berseri,kata-kata yang manis dan positif, langkahkaki yang indah, dan perilaku yang santun.
Apa yang dapat kita rasakan ketika berada di suatu tempat yang sejuk,dingin,suara gemericik air , dan kicauan burung-burung ynag bersahut-sahutan? Harmoni alam telah menyulap suasana menjadi tenang, damai, dan sejahtera. Begitulah firman alam yang mengajarkan pada kita tentang harmini, kedamaian dan kesejahteraan. Itulah sebabnya , setiap muslim bula bertemu dengan sesamanya dianjurkan untuk menularkan energy positifnya melalui senyuman. “ senyuman ke saudaramu adalah sedekah “ kata Rosulullah SAW.
Senyuman yang tulus yang berasal dari jiwa yang iklas merupakan kekuatan yang amat dahsyat. Senyuman seperti itu merupakan energy positif yang dapat mengubah suasana menjadi hangat dan bersahabat. Apalagi jika senyuman yang merekah itu diiringi dengan ucapan salam dan dibarengi dengan jabat tangan . betapa indah sekali.
Apabila kamu saling berjumpa maka sebaiknya kalian saling mengucapkan salam dan berjabat tangan. Jika kalian berpisah maka berpisahlah dengan ucapan istighfar. ( riwayat ath – thahawi )

Senin, 05 Maret 2012


Stok sabar habis, kok bisa?

Ungkapan “kesabaran saya sudah habis” atau “ sabar itu ada batasnya,” seperti sudah menjadi temeng bagi segenap orang untuk melampiaskan nafsu amarah yang bercokol dalam diri mereka, atau minimal dijadikan alas an untuk mendapatkan pemakluman agar segala tindakannya yang membabi buta dibenarkan oleh orang lain.
Misalkan, seorang guru menghadapi murudnya atau orang tua menghadapi putra/putrinya yang susah diatur. Setelah dinasehati berkali-kali , namun tetap saja tidak ada perubahan , akhirnya terucaplah “kalimat ampuh” tersebut untuk bertindak kasar kepada mereka. “ kamu ini sudah dinasehati berkali-kali, masih saja bandel. Kesabaran saya sudah habis gara-gara kamu. Ingat kesabaran orang itu ada batasnya,” damprat mereka. Bahkan, tidak jarang setelah marah dengan verbal, diikuti pula dengan tindakan fisik.
Sekalipun dengan apa yang ditulis diatas hanyalah sebuah ilustrasi , namun realitasnya tidak sedikit orang telah mempraktekkannya . tidak hanya dalam menghadapi masalah keluarga, terhadap masalah sosial pun hal ini kerap terjadi.
Yang lebih membahayakan kalau kalimat-kalimat tersebut diarahkan kepada ALLAH . kadang kala ada orang yang merasa ALLAH  telah menzaliminya dengan ujian yang dianggapnya telah berada diatas kemampuannya . yang memprihatikan , adegan semacam ini sering sekali menjadi tontonan masyarakat melalui film-film ataupun sinetron dilayar kaca.
Benarkah tindakan semacam ini ? bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi suatu permasalahan / ujian agar justru mengundang rahmat ALLAH di dalamnya.